Pemuda dan Abad Modern
Selasa, 07 Agustus 2018
Add Comment
Ilustrasi |
Pertama kita mesti sama sama memahami dulu apa sebenarnya arti ‘Abad Modern’. Sebab sesungguhnya, manusia di setiap zaman menganggap bahwa zamannya sebagai Abad Modern dan menilai masa lampau sebagai zaman kuno yang kurang berfaedah dan kolot serta tidak memiliki kebaikan dan kelebihan. Bahkan umat yang hidup pada masa itu dipandang terbelenggu oleh kemunduran dan kebodohan.
Sedangkan kurunnya adalah zaman modern. Ummat yang hidup di zaman Modern konon merupakan manusia – manusia cemerlang, berkebudayaan dan dihiasi berbagai ilmu pengetahuan, penemuan ilmiah dan kemajuan – kemajuan yang mencengangkan, serta memiliki hal – hal yang tidak dimiliki oleh ummat terdahulu.
Memang seluruh manusia di setiap zaman selalu saja terperangkap oleh praduga yang salah ini. Kendati pun kita telah melihat bahwa manusia tidak mengalami perubahan sama sekali sejak manusia pertama (Adam Alaihi Salam) hingga saat ini; bentuk otaknya sama, cara berfikirnya sama, tuntutan jasmaninya sama, tak ada perbedaan penting sama sekali dalam hal ini. Sebab, fitrah yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada seluruh manusia sama dengan fitrah yang Dia berikan kepada Adam As.
Inilah rahasianya bahwa kemungkaran kaum Luth pada kira – kira 4000 tahun yang lalu –sebagai misal- dapat kita saksikan kembali di zaman –yang dianggap- modern ini. Setelah 4000 tahun berselang, ternyata kemungkaran serupa muncul di Negara – negara yang telah mencapai peradaban tinggi dan Negara – negara maju, ambil contoh Amerika yang mengklaim bahwa semua Negara di seantero Bumi tak ada yang mampu mengungguli kemajuan dan kejayaan negerinya. Bukankah itu suatu bentuk kecil dari kemungkaran? Lantas, perbedaan apakah yang muncul dalam fitrah manusia dalam jangka waktu berates – ratus abad itu? Sungguh sama sekali tak ada perbedaan yang penting.
Contoh lain, di zaman peradaban Mesir yang pada saat itu Fir’aun berjaya di zamannya, pernah meminta kepada Menterinya agar dibuatkan gedung yang tinggi untuk dirinya supaya dia bisa melihat dimana, siapa, dan bagaimana bentuk serta rupa Tuhan Musa. Kini setelah kira – kira 3500 tahun berlalu, kita mendengar ucapan senada, yakni ketika Sputnik di luncurkan Sovyet dan tingginya dari bumi ke angkasa luar mencapai 150 – 250 mil, pemimpin Sovyet tertinggi –kala itu Khruschev- membusung dada dan berkata, “Kita telah menjangkau langit, akan tetapi kita tidak menemukan wujud Tuhan”.
Jelaslah bahwa dalam kurun waktu yang demikian panjang itu, Intelektualitas manusia belum bisa diluruskan. Pola pikir dan pandangan manusia terhadap berbagai hal belum berubah dan masih tetap sama seperti pada zaman kuno. Bedanya, kalau masa lampau Fir’aun hanya mampu mendirikan gedung yang tinggi untuk merealisasikan tujuannya sampai batas maksimal, sedangkan orang – orang yang ingkar pada saat ini dan memiliki kekuasaan telah mampu menciptakan macam – macam satelit dan pesawat ruang angkasa. Artinya, kemajuan yang dicapai hanyalah dalam bidang Teknologi, bukan dalam bidang Intelektualitas.
Pada Zaman Nabi Nuh, Dunia menyaksikan orang – orang yang mengenal kebenaran, mengimani dan berjuang untuk mempertahankannya. Kini Dunia pun melihat kelompok manusia yang membawa dan menyeru Ummat kepada kebenaran, berjuang demi kebenaran. Kebaikan tetap seperti dahulu, pun kejahatan tetap tak berubah. Memang banyak kemajuan yang telah dicapai oleh manusia; media komunikasi, penemuan – penemuan ilmiah yang digunakan dalam segala aspek kehidupan. Tetapi, tak ada perbedaan dalam tabi’at manusia, dan kalaupun ada maka perbedaan tersebut tidaklah mendasar dan hanya dalam cara saja.
Memang manusia di setiap masa selalu menganggap kemajuan yang dicapai pada masanya itu merupakan titik akhir dan sumbu dari suatu sirkulasi. Pada penghujung abad yang lalu, tampil para cendekiawan dan filosof mengemukakan ide bahwa perkakas besi atau apa saja yang lebih berat dari udara, tak mungkin dapat terbang di Udara. Mereka tandaskan bahwa hal tersebut mustahil terjadi. Belum lama ide – ide tersebut muncul, alat – alat yang terbuat dari besi sudah bisa membumbung tinggi di Udara pada sepuluh tahun pertama di Abad 20. Benar saja orang – orang yang dahulu mengatakan bahwa hal itu mustahil kini malah mendukungnya. Inilah sebenarnya apa yang mereka namakan Abad Modern.
Manusia di setiap zaman mengira bahwa mereka telah mencapai puncak kemajuan. Namun pada masa berikutnya pintu kemajuan semakin lebar dan jauh lebih tinggi. Demikian halnya dengan filsafat yang berlaku kini tidaklah sama dengan filsafat yang berlaku pada awal abad ini. Ungkapan ini bisa dianalogikan kepada ilmu – ilmu eksakta, sebab prinsip – prinsip ilmu alam abad ini berbeda dengan prinsip – prinsipnya pada abad yang lampau. Tak jauh berbeda dengan Akhlaq, fenomena nudis dan pergaulan bebas yang digembar gemborkan sebagai suatu kebebasan absolut pada awal abad ini, kini ia mendapat predikat “Kuno”.
Nah, setelah kita memahami dengan seksama dan dalam tempo yang singkat hakekat dari pada Abad Modern dalam catatan ini, kini kita melangkah pada point kedua tentang Pemuda.
Apa Arti Pemuda
Apa itu Pemuda,? Apa yang dimaksud dengan Pemuda? Pertama kita perlu sepakat tegaskan bahwa, tidak semua pemuda baik, tapi juga tidak jahat seluruhnya. Sepakat.? Jika ia, mari kita lanjutkan catatan ini.
Pemuda adalah laksana darah yang sedang menggelegak, sikapnya peka terhadap hal – hal yang baru. Bila pemuda terpikat pada suatu hal yang dianggapnya layak untuk diburu, ia tak akan segan – segan mengorbankan jiwa untuk menggapainya tanpa memperdulikan apakah hal itu baik atau buruk. Potensi pemuda ini tak ubahnya seperti pedang nan tajam. Ia bisa digunakan oleh pejuang di jalan Allah dan dapat pula dipakai oleh para perampok. Dahulu, biang keladi dari kejahatan dan kemunkaran adalah pemuda.
Namun, mereka juga merupakan laskar pejuang yang menjunjung tinggi panji kebenaran dan perdamaian. Pemuda jauh lebih agresif dibanding orang tua baik dalam kebaikan atau dalam kejahatan. Hal ini merupakan fenomena yang jelas terlihat di setiap zaman tanpa terkecuali. Para pemudalah yang paling pertama mengalami dekadensi moral yang menjalar ke seluruh permukaan bumi saat ini. Jika seorang pemuda mengjendaki kebajikan dan hatinya mantap untuk jadi orang baik – baik, tumbuh dalam dirinya motivasi untuk mengorbankan jiwa raganya demi menggapai kebajikan itu, menyingkirkan segala kendala yang menghadangnya meskipun hal itu riskan bagi dirinya, semangat untuk menyebarluaskan kenajikan –dengan ilmu dan amal – amal menggelora-.
Ambil missal kebudayaan Mesir Kuno, -tatanannya tak jauh berbeda dengan tatanan kebudayaan Amerika dan Eropa saat ini-. Kemudian muncul satu – satunya Pemuda yang muak dengan kebobrokan kultur saat itu, dengan gigih ia memporak porandakan seluruh kebobrokan dan kejahatan yang menyelimuti kebudayaan pada masanya, pemuda tersebut adalah Yusuf Alaihissalam.
Dia hindarkan dan membasmi segala keserakahan dan kegandrungan gila yang bersemayam dalam kebudayaan itu, kaum wanita yang nyaris menyerahkan kehormatan dan menjerumuskan diri ke lembah kejahatan, beliau robah mereka menjadi kaum Wanita yang cinta akan kesucian diri. Dia nyatakan kepada khalayak ramai padahal Ia tengah berada di balik terali besi, bahwa Ia tak mau menyembah Tuhan – tuhan bangsa Mesir yang batil dan palsu, dan mengaku keesaan Allah Yang Maha Tunggal dan Maha Perkasa.
Dibawah pimpinan Yusuf lah Negeri Mesir berhasil ditaklukkan bukan dengan tentara yang diperlengkapi senjata, melainkan semata – mata dengan kesucian Akhlak, ilmu dan kecerdasan yang telah Allah anugerahkan kepadaanya.
Contoh lain pada Rasulullah ketika beliau mulai menyeru manusia kepada kebenaran, para pimpinann Makkah berang. Mereka menentang dengan tegas seruan Rasul dan menghalanginya dari jalan Allah. Saat itu, kaum muda lah yang tampil di front paling depan dari masing – masing pihak yang sedang berkkonfrontasi.
Di satu pihak, para pemuda kafir menganiaya Nabi dan para sahabatnya serta menimpakan kepada mereka aneka macam siksaan dan intimidasi karena hasutan keji pemimpin mereka. Sementara di pihak lain, yakni para pemuda Makkah yang beriman dengan penuh keikhlasan, kita melihat mereka dengan gigih membela kebenaran dan mempertahankannya. Mereka tak segan – segan mengorbankan diri demi tegaknya kebenaran. Mereka itulah pemuda – pemuda yang tak henti – hentinya menerjang api para Namrud.
Ketika belahan Bumi Makkah terasa sempit, mereka –pengikut Nabi- memilih hijrah ke Habasyah dan Madina tanpa sedikitpun terbesit dalam benak mereka bahwa cobaan dan siksaan apalagi yang akan menghadang mereka di tempat yang baru itu. Kaum muda lah –pemuda dan pemudi- yang membukukan pengorbanan jiwa raga mereka di jalan Haq, padahal mereka berasal dari kalangan keluarga yang memusuhi Islam. Berkat pengorbanan dan kepahlawanan mereka yang demikian gigih, berkibarlah panji Islam diatas persada Dunia, mereka telah menciptakan perombakan akbar yang berlangsung beberapa abad lamanya. Perombakan tersebut masih dan tetap akan ada selama langit membentang dan Bumi menghampar dengan Izin Allah Yang Maha Agung dan Maha Perkasa.
Pembaca yang budiman, mari kita layangkan pandangan kita sejenak kepada “Abad Modern” yang teramat sering disanjung dan dibangga – banggakan sebagai abad kemajuan dan kejayaan, era yang sarat dengan berbagai pemikiran Briliant. Salah satu yang menonjol dalam abad ini adalah kemajuan di bidang sains. Kendatipun kemajuan ini patut dihargai dan dibanggakan, bukan tidak mungkin penggunaannya bisa memporak – porandakan dan membinasakan Ummat manusia yang berbuntut menebarnya nestapa jauh lebih banyak ketimbang kesejahteraan dan kebahagiaan bani Adam. Dengan adanya kemajuan Sains ini, kini ditemukan berbagai jenis dan model senjata lengkap dengan peralatannya yang amat sangat berbahaya untuk menghancur-luluhkan segenap suku bangsa.
Berbagai penemuan ini sengaja dipersiapkan untuk menyengsarakan manusia, suatu keganasan yang tidak ada tolak bandingnya dalam sejarah. Ditemukannya methode dalam kancah Spionase tak berarti sama sekali bagi kehidupan manusia secara khusus. Berbagai studi digalakkan untuk memproduksi manusia dengan suatu cara yang instant. Yakni melalui laboratorium. Tentu saja mereka yang terlahir dari methode ilmiah seperti ini, tak memiliki ikatan dengan keluarga, apalagi sifat fitrah sebagaimana manusia pada umumnya, tak mengenal tradisi turun – temurun, bahkan tak punya silsilah keturunan yang membentang panjang.
Demikianlah kalangan cendikiawan non agamis yang sombong dan ujub itu sampai pada puncak pembangkangannya untuk membentangkan –kepada manusia- zaman perhambaan paling up to date dan paling busuk, hingga manusia jatuh melorot ke derajat yang amat papah bagai hewan.
Beginilah kemajuan sains yang dibanggakan itu dan yang mendakwahkan diri bahwa ia telah menjunjung tinggi derajat manusia ke ufuk langit. Padahal hakekatnya justru menjatuhkan manusia ke kerak jurang kehinaan yang paling dasar.
Lantas, sebagai pemuda yang tengah berada di persimpangan jalan, apa yang seyogyanya perlu dipersiapkan guna menyambut tantangan “Abad Modern” ini? Hanya ada dua hal yang perlu anda garap kawan, paling tidak ini bisa sedikit membuka pikiran (bagi yang belum tahu) dan memberikan pencerahan (bagi yang sudah tahu tapi pura – pura bodoh).
Pertama, hendaknya perlu diketahui secara utuh hidayah yang Allah turunkan kepada Rasulullah Saw., Imani hidayah tersebut dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati, jadikan ia sebagai bagian dari kehidupan di dunia ini agar Kalimatullah membumbung tinggi dan dan Kalimatul kufri hina semata.
Kedua, hendaknya perlu persenjatai diri dengan akhlak atau budi pekerti yang luhur, sehingga para penyeru kesesatan mengubah haluan hidupnya sama sekali, dan para pengikut mereka kembali kepada kebenaran, jalan yang lurus bagi fitrah manusia.
*Penulis mendapat bahan dari buku Abul 'Ala Maududi, Prof. Ahmad Muhammad Jamal, Prof. Ahmad Abdul Nasher hingga tulisan ini dibuat.
*Penulis mendapat bahan dari buku Abul 'Ala Maududi, Prof. Ahmad Muhammad Jamal, Prof. Ahmad Abdul Nasher hingga tulisan ini dibuat.
0 Response to "Pemuda dan Abad Modern"
Posting Komentar